Alun Alun Situbondo


Alun alun

Setiap orang pasti punya ceritanya sendiri di tempat ini. Tempat yg dulu menjadi satu satunya nya pusat hiburan di kota. Mungkin sekarang setiap orang bisa dengan mudah menemukan café atau kopisyop di setiap sudut kota dan memesan secangkir latte panas. Tapi tetap saja, kenangan saat menghabiskan berjam jam sambil meminum es teh plastikan di pinggir patung perahu akan cukup sulit untuk lepas dari ingatan.

Ketika melewati tempat ini waktu menyeretku jauh ke masa lalu. Mengingat kembali cerita cinta cinta an ala bocah belasan tahun yang selalu menganggap kisahnya layak untuk diangkat ke layar lebar, ditonton berjuta kali, dan bahkan sudah sepatutnya memenangkan oscar!.

       “Nasi kucing itu apa?” Tanyanya ketika mendengar seorang paruh baya mengayuh sepedanya sambil dengan lantang berteriak “nasi kucing!”

       “Nasi kucing itu nasi bungkus dengan seperempat telor dan sesendok orek tempe”

       “Kenapa dinamakan nasi kucing?” dia makin penasaran.

       “Karena dengan porsi itu, mungkin hanya kucing yg kenyang kalau memakannya” aku yang ingin kelihatan tahu segala hal menjelaskan singkat

       “Kenapa kucing? Kenapa bukan ayam?” pertanyaan follow up

       “Karena kalau nasi ayam, namanya lalapan” Jawabku ngeles, mirip para politisi ketika dicecar pertanyaan kritis-nya Mbak Nana

Dia membalasanya dengan tawa kecil sambil kembali melanjutkan memakan siomay yang dibungkus plastik dan digigit bagian ujungnya.

Tentu saja dia bukan Mbak Nana, yang akan terus menerus bertanya hingga menemukan jawaban masuk akal dari si politisi. Walaupun tak jarang yang keluar tetap saja jawaban konyol dan joko sembung naik ojek, alias gak nyambung jekkk.

Begitu juga sudah barang tentu, aku bukan si politisi ataupun pejabat yang sedang gelagapan menjawab pertanyaan. Aku cuma adek adek SMA biasa yang saat itu entah terpengaruh dari dan oleh siapa, lebih suka mendengarkan lagu punk, rock, grunge era 90an sampai 2000an awal dibandingkan pop macam “I heart u” milik smash dan boyband lain yang pada masa itu memang sedang booming. Atau mungkin aku suka lagu lagu jenis itu sesederhana karena selalu ingin kelihatan rebel dan antimainstream. Entahlah

       “Ini lagu lagu apa sih” tanyanya dengan heran ketika melihat daftar lagu baru di BlackBerry Bold bekasku.

Daftar lagu yang baru saja aku download di stafaband.net itu terdiri dari lagu lagu di Album American Idiot Green Day, Morning Glory milik Oasis dan beberapa lagu My Chemical Romance, Blink 182, dan juga Nirvana.

       “Ini lagu lagu Pop Punk, Grunge, masa kamu gak tau si”

Belum selesai menjelaskan, tiba tiba dua orang pengamen menghampiri kami dan langsung memainkan gitar di kunci a minor.

Dengan suara sedikit sengau salah seorang dari mereka mulai menyanyikan lirik awal

       “dan terjadi lagi..”

       “naahhh ini baru lagu” gadis disebelahku spontan menimpali dan mulai ikut bernyanyi

Walaupun boyband dan girlband sedang booming , lagu lagu Noah ketika itu diputar dimana mana dan menempati posisi teratas tangga lagu Indonesia. Band yang awalnya bernama Peterpan ini comeback setelah sang vokalis yang tersandung kasus video be ef  bebas 4 bulan lebih cepat karena remisi dan asimilasi. Noah langsung tancap gas dan menggeser dominasi boyband dan girlband, menandai berakhirnya era mereka.  

       “Mas, tahu lagu American Idiot?” gadis itu bertanya kepada mas mas pengamen dengan tatapan mengejek yang diarahkan kepadaku

       “ndak tau saya mbak. Saya ndak tau bahasa inggris mbak” salah satu dari mereka menjawab dengan logat khas Situbondo

       “iya mas memang lagu ndak jelas itu” gadis itu merespon dengan gestur semakin mengejekku. Setelah menerima sejumlah uang receh dan berterima kasih, si pengamen pergi menjauhi kami. 

Di tepian patung perahu, kami membicarakan banyak hal sambil minum es teh dan makan siomay. Mulai dari musik, gosip perceraian artis, beberapa cerita PDKT kawan kawan di sekolah, ataupun sekedar menertawakan pesan broadcast alay beberapa orang di BBM.

Invite yach, Faiz Jagoanzz Tengghir, 59284ED8. X Ips 2. Shbt aqoe, ganteng, baekh, penyayang. Puxa FU. Gk kira rugi lok invite. #sbc #last”

“Roedhi Rezpectors, new pin (+) 925E0420. Ganteng abiezzt. Gy cari pacar baru soal.a hbs d selingkuhin. #nolatah #sbc #last”

Tak jarang si pengirim lupa menuliskan pin orang yang ia promote

“tmen smp. Niken Chomel. Maksa minta promot, jomblo ngenezz, asembagus puxaa #nolatah #last!!”

Ada juga broadcast yang sekedar mengecek apakah si pemilik pin masih aktif atau tidak.

“test contactt!! Sorry BC”

Setelah mulai larut, kami berjalan memutari alun alun satu atau dua putaran dengan sesekali bergandengan tangan setelah melihat keadaan sekitar. Memastikan tidak ada guru atau saudara yang berada didekat kami. Maklum, dua bocah abege ini masih belum diijinkan pacaran. Bisa rumit urusannya jika ada yang melihat dan mengadukannya kepada papa mama.  

Begitulah hampir setiap malam minggu kami habiskan di Alun alun, tempat kami pertama kali bertemu. Di tempat ini juga dia mengatakan ingin jadi seorang penulis. Mengarang novel yang berseri seri seperti penulis favoritnya, Tere Liye. Atau menerbitkan sebuah master piece layaknya Laskar Pelangi milik Andrea Hirata, penulis favoritnya yang kedua, tapi enggan membuat cerita yang berakhir tragis seperti Rome Juliet-nya Shakespeare yang hanya ia baca sinopsisnya di wikipedia.

Katanya,

“Menulis membuatmu bisa menentukan jalan ceritamu sendiri. Kau bisa membuat setiap cerita memiliki akhir yang bahagia. Walaupun di kehidupan nyata, tak semua hal berjalan sesuai rencana”

Sama seperti cerita kami, yang berakhir dengan tak saling sapa

Komentar